Minggu, 21 April 2013

Piye kabare le..? Isih penak jamanku to....

Tulisan dengan gambar mantan presiden Suharto itu marak di bak-bak truk bahkan di mobil-mobil pribadi.Ini merupakan sebuah WARNING POLITICS khususnya bagi pemegang kebijakan negara.Suasana aman tentram, dan santun serta kemudahan mendapatkan sandang pangan merupakan sebuah kerinduan yang harus segera diwujudkan.Masyarakat segera membandingkan suasana "ORDE BARU" dengan suasana " ORDE REFORMASI".Masyarakat hanya menangkap satu pesan " di masa orde baru hanya terdapat sedikit partai" sedangkan "di masa orde reformasi terdapat banyak partai seperti pedagang di pasar yang berebut promosi untuk menjual dagangannya".
Banyaknya parpol ternyata telah menyebabkan unsur kesejahteraan masyarakat tidak menjadi prioritas utama.Apalagi banyaknya partai sebagian besar tidak berdikari, tetapi berdiri dengan subsidi uang negara,ini menyebabkan munculnya partai musiman, munculnya cuma kalau mau PEMILU.Sementara partai yang sudah mapan selalu berpikir bagaimana memperkuat posisi duduknya kalau perlu kawin kontrak dengan partai lain walaupun cuma sekedar untuk "menang" pada penentuan kebijakan tertentu.Prinsip,Visi. Misi dan Tujuan utama tidak dipegang teguh, justru tujuan sampingan yag didahulukan.
Hendaknya para pemimpin segera menyusun aturan main berpolitik yang lebih santun,agar tidak terbiasa hujat-menghujat dan cela-mencela, tetapi menghidupkan kritik yang membangun dengan dilandasi musyawarah mufakat yang tulus.Musyawarah mufakat yang tulus itu tercermin dari keputusan yang diambil adalah berdasarkan satu tujuan yaitu menyejahterakan rakyat.Bukan kemenangan partai tertentu.
Pada era reformasi ini profesi "wakil rakyat" menjadi suatu yang sangat menjanjikan, ini terbukti sebagian besar yang pernah "duduk" di sana akan mencalonkan kembali pada pemilihan berikutnya.Mereka akan berhenti mencalonkan kalu modalnya sudah habis dan tidak ada yang memilih.Rakyat kebanyakan akan menggunakan aji mumpung.Mumpung ada kesempatan mendapatkan sesuatu dari "para calon", mereka berusaha meraih, walaupun yang diperoleh tidak sebanding dengan kesulitan yang akan dihadapi.
Sesuatu yang pantas dikhawatirkan adalah "golput".Golongan yang tidak peduli dengan ada atau tidak wakilnya di parlemen,sehingga memilih untuk " tidak memilih".Kalau itu terjadi artinya demokrasi yang diharapkan dijiwai dengan "musyawarah mufakat" sudah tidak ada lagi, yang ada adalah LIBERAL.Setiap orang akan memikirkan dirinya sendiri yang penting tidak menggangu orang, walaupun akhirnya merugikan orang.Prinsip "Musyawarah mufakat", semakin banyak yang menyepakati hasilnya semakin baik dan kuat.
Semoga saja " jaman reformasi segera menjadi penak" tidak hanya untuk pejabat dan wakil rakyat tetapi " rakyatlah yang penak".

 

Jumat, 19 April 2013

RIBUT UJIAN NASIONAL......

Ujian Nasional adalah ritual tahunan yang setiap tahun diadakan.Setidak-tidaknya sudah diadakan setiap tahun.Mestinya persiapannya kan sejak awal tahun karena merupakan "hajat" besar kementrian pendidikan.Oleh karenanya pembahasan tentang UN mestinya ya dilaksanakan sedini mungkin.Termasuk perangkatnya juga disiapkan sedini mungkin.Jangan lagi membahas perlu UN atau tidak, sudah dalam proses persiapan.Akibatnya sudah saatnya pelaksanaan penyiapan dokumen, dana belum disetujui.. kan jadinya mentah lagi.
Keterlambatan pengiriman soal dan pengumuman penundaan yang sangat mendadak merupakan indikasi kurangnya koordinasi dan antisipasi.Pencetakan naskah pasti sudah siap didistribusikan paling tidak dua minggu sebelumnya.Jadi  kalau struktur berjalan normal hal seperti itu tak perlu terjadi, atau setidak-tidaknya kalau terjadi penundaan ya serentak.... dengan dalih distribusi belum selesai.
Dengan adanya variasi soal yang lebih banyak,pelaksanaan ujian menjadi lebih sederhana.Pengawas ruang tak perlu takut salah membagi soal.karena soal yang dikerjakan siswa semua berbeda.Namun dari segi teknik evaluasi mungkin agak menjadi pertanyaan. Benarkah soal-soal tersebut memiliki daya ukur yang sama.? Wallohu 'alam....
Dari kualitas cetakan naskah soal...banyak yang sepertinya bukan cetakan, tetapi seperti fotokopi,ini terlihat dari tingkat ketajaman tulisan yang kurang, dan kertas yang biasanya 70 gram, ada yang hanya 60 gram.Lebih-lebih LJUN yang tebalnya sama dengan naskah soal, menjadi masalah tersendiri bagi peserta.Ketika terjadi kesalahan kemudian dihapus akibatnya cetakan bulatannya hilang.Itulah salah satu yang merisaukan peserta.Biasanya LJUN itu kertasnya paling tidak 80 gr, ini ternyata hanya 70 gr atau bahkan 60 gr.Kita mengharap kepada BNSP dan kementrian pendidikan untuk mencatat dan tahun depan harus lebih baik lagi.
Semoga saja.....