Jumat, 18 Januari 2013

Kendala kemajuan...?

Di daerahku tepatnya di kelurahan tempat tinggalku ada 7 sekolah dasar terdiri negeri dan swasta.Menurut teman-temanku yang juga guru di sekolah tersebut setiap tahunnya,mereka tidak perlu menyusun RPP dan Prosem.Cukup memesan saja kepada oknum Pengawas sekolah untuk satu tahun harganya berkisar Rp. 100 rb sd Rp.200 rb.Setidak-tidaknya itu dilakukan oleh sekitar 80-90% guru yang umumnya PNS atau yang sudah sertifikasi.Bagi GTT mungkin uang sekian itu dianggap cukup besar karena honor di SD sebulan paling Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah) yah karena SD tidak punya uang untuk menggaji ,wong "tidak ada" tarikan dari orang tua.
Memesan RPP bagi yang punya uang cukup praktis,lagi pula kalau ada supervisi pastilah dianggap benar.
Namun akibatnya yang terjadi dalam pembelajaran,benar-benar mengecewakan "konsumen".Mengajar hanya rutinitas bel masuk, ya masuk setelah selesai ngobrol kadang sambil jalan menuju kelas masih ngobrol sampai lebih lima menit.Sampai kelas setelah ngabsen siswa disuruh membuka buku teks,ditugaskan membaca,kira-kira jam 8,koran datang lalu,ditinggal sebentar ke ruang guru membaca koran.Lain lagi yang ditugasi menjadi "Bendahara BOS", bawa Laptop ke ruang kelas sambil menunggu siswa mengerjakan tugas sambil "nggarap BOS".
Semoga ini hanya di daerahku saja, bukan representasi dari seluruh daerah yang ada di Indonesia.Bayangkan kalu itu benar-benar seluruh Indonesia atau malah ada yang lebih parah?, wah .... wah... wah...
Bagaimana pendidikan mau maju kalu caranya begini.....!
Bagaimanapun peran Guru itu sangat vital,terutama keberadaannya di dalam kelas.Meninggalkan ruang boleh saja, itupun kalau terpaksa sekali oleh keadaan yang tidak bisa ditangguhkan.Guru merupakan fisilitator yang harus menjadi penyedia layanan pembelajaran,menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan siswa untuk belajar paling tidak merencanakan kebutuhannya.Itupun masih harus diikuti oleh rencana B, jika rencana pertama tidak dapat dilaksanakan karena adanya gangguan maka harus dilaksanakan rencana B supaya PBM tetap dapat berjalan.Guru sebagai dinamisator dan moderator harus menjaga agar ruang kelas tetap kondusif, jika ada siswa yang menimbulkan gangguan segera diatasi agar kembali normal kegiatan PBMnya.
Penerima sertifikasi terbanyak adalah di kelompok Guru SD, meskipun belum sarjana.Bahkan yang sudah sarjana masih saja cukup banyak yang tidak "berjiwa" sarjana.Artinya masih susah menerima perkembangan atau sesuatu konsep mengajar yang berbeda.Atau ada juga yang memonopoli setiap kali ada pelatihan dia yang berangkat tetapi tidak pernah diimbaskan kepada rekan-rekan sejawatnya, takut tersaingi.Orang yang tidak berjiwa sarjana akan merasa paling pintar,dan tidak mudah menerima pendapat orang lain meskipun pendapatnya salah.Memang sih itu juga tergantung kebijakan manajemen dari KS nya.Kalu KSnya tidak fokus ya berabe....taunya hanya menerima laporan saja tidak pernah mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Ah.. sudahlah... mungkin memang belum saatnya Indonesia menjadi negara maju....
Namun setidak-tidaknya kita harus punya cita-cita....
Mung wong rerasan kok...... nggak salah kan...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar